Sabtu, 09 Januari 2010

BAGAIMANA CARANYA MEMBUKTIKAN KEASLIAN AL-QUR’AN



1. DARI ASPEK CATATAN SEJARAH

Semua peristiwa disekitar Rasulullah dan para sahabat, direkam dalam catatan hadist yang disampaikan secara muttawatir (disampaikan oleh banyak orang), maka sumber pertama untuk mengetahui sejarah kodifikasi al-Qur’an, mulai dari diturunkannya wahyu kepada Rasululah sampai dikumpulkan dan disusun oleh Zaid bin Tsabit ke dalam mushaf Usmani direkam oleh hadist ini. Hadist menyampaikan bagaimana proses nabi Muhammad SAW menerima wahyu, proses nabi mengulang-ulang bacaan, Nabi menyuruh para juru tulisnya mencatat setiap wahyu yang turun, menyuruh para sahabat menghafal wahyu yang turun, mengatur suatu ayat diselipkan ke dalam surat apa, mengajarkan ayat-ayat dan menyuruh membacanya baik dalam shalat maupun diluar shalat, mengajarkan ‘qira’ah’ (dialek) dan cara membaca wahyu tersebut ke dalam 7 qira’ah. Semuanya direkan dalam hadist-hadist shahih.

Juga ada catatan sejarah bagaimana sejak Umar bin Khattab mendesak khalifah Abubakar untuk menyusun al-Qur’an ke dalam gulungan-gulungan (shuhuf) sesuai urutan surat yang ditentukan Rasulullah, namun shuhuf tersebut belum dianggap sebagai mushaf resmi, lalu pada masa khalifah Usman baru dilakukan kegiatan menyusun, mengumpulkan dan menyalin Al-Qur’an ke dalam mushaf (buku, kitab), proses penyusunannya, ketika Zaid mengumumkan agar umat membawa cuplikan-cuplikan tulisan Al-Qur’an yang dimiliki ke mesjid untuk dikumpulkan, bagaimana kriteria menerima cuplikan untuk ayat yang sama, ditetapkan adanya 2 orang saksi, dikonfirmasi oleh sahabat yang sudah hafal ayatnya, setelah selesai kemudian disalin menjadi beberapa mushaf, dan ditetapkan sebagai mushaf resmi umat Islam, disebarkan dan didampingi oleh qari (pembaca) yang mengajarkan cara membacanya. Juga bagaimana kemudian Usman memerintahkan cuplikan-cuplikan diluar mushaf Usmani untuk dibakar. Bahkan disampaikan juga antara mushaf Usmani yang disalin ke dalam beberapa buku tersebut mempunyai perbedaan huruf sekalipun tidak mengubah arti, sudah dihitung jumlah huruf yang berbeda karena ditulis dalam ‘qira’ah’ (dialek) yang berbeda. Semua terekam dalam hadist yang bisa anda temukan pada hadist shahih Bukhari, Muslim, Tumidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud, dll. Kalau anda meragukan keakuratan hadist tersebut dengan menganggap itu khan ..buatan manusia.., maka dipersilahkan anda untuk meneliti, bagaimana Imam Bukhari, Imam Muslim, dll menyeleksi hadist tersebut, dan menyatakannya shahih. Untuk ringkasnya ada pernyataan dari orientalis Kristen, Sir William Muir, yang tidak ada kepentingan apapun untuk membela Islam, mengakui keakuratan catatan hadist ini, setelah beliau mempelajarinya bertahun-tahun..

2. DARI ASPEK LOGIKA (AQLY)

Mushaf Al-Qur’an yang ada sekarang merupakan ‘turunan langsung’ dari mushaf Usmani yang dalam bentuk tulisannya berproses dan akhirnya dibakukan sekitar abad 3H/9M, sekalipun dengan bentuk tulisan yang berbeda, namun susunan dan jumlah surat dan ayat, adalah sama. Jangan lupa juga bahwa proses penyebaran Al-Qur’an yang paling utama adalah lewat pengajaran lisan, seringnya dalam bentuk ‘halaqah’ yaitu cara duduk melingkar, dipimpin oleh ustadz yang sudah hafal Al-Qur’an, membacanya dan diikuti satu-persatu oleh murid-murid. Mushaf Usmani dipergunakan sebagai ‘pemandu’ kegiatan hafalan tersebut. Sang Ustadz mendapatkan ilmu bacaannya juga demikian, diturunkan dari ustadz sebelumnya, demikianlah sambungannya sampai kepada para sahabat yang merupakan murid-murid langsung dari Nabi Muhammad SAW, dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an.

Pada waktu khalifah Usman memerintahkan Zaid bin Tsabit mengumpulkan catatan Al-Qur’an ke dalam satu mushaf, kemudian memerintahkan untuk membakar mushaf selain itu, tidak ditemukan adanya para sahabat yang menentangnya. Para orientalis, seperti : Arthur Jeffrey pernah mengemukakan adanya ‘mushaf Ibnu Mas’ud’ yang tidak punya surat Al Faatehah, dan dua surat terakhir An Naas dan Al falaq, atau dikhabarkan adanya mushaf Ali bin Abi Thalib, mushaf Ubbay bin Kaab, mushaf Aisyah, mushaf Umar bin Khattab yang jumlah dan susunan ayatnya berbeda satu sama lain. Namun bukti otentiknya tidak ditemukan sampai sekarang.
Logikanya, para sahabat mempunyai mushaf dengan jumlah dan susunan ayat yang berbeda, tentunya mereka akan menolak keras mushaf Usmani, karena merasa apa yang mereka punya merupakan petunjuk langsung dari nabi Muhammad SAW, jangankan jumlah ayat atau surat, susunan yang berbeda saja pasti menimbulkan penolakan, karena susunan Al-Qur’an pun merupakan petunjuk Rasululah. Namun hal yang demikian tidak terjadi, apakah mereka takut/tunduk kepada Usman sang khalifah..?, ataukah mereka sepakat saja untuk menerima mushaf Usmani demi kemashlahatan umat..?

Jangan anda menyangka bahwa kekuasaan khalifah Usman pada waktu itu sangat kuat seperti Soeharto atau Saddam Hussein pada masa jayanya. Ketika Usman diangkat menjadi khalifah, sebenarnya beliau mendapat oposisi yang keras dari pengikut Ali bin Abi Thalib (golongan Syi’ah) yang menganggap Ali-lah yang berhak jadi khaifah menggantikan Umar bin Khattab. Dalam sejarah juga dicatat bahwa khalifah Usman ditentang oleh para pemilik tanah, yang tanahnya mau diambil demi perluasan Masjidil Haram. Maka logikanya disinilah saatnya pihak oposisi untuk ‘menembak’ khalifah denga alasan bertentangan dengan petunjuk Rasulullah.

Keanehan yang lain adalah, kalau sekiranya Ali bin Abi Thalib memang punyai mushaf sendiri yang diyakini berdasarkan petunjuk Nabi, pada waktu Ali naik menjadi khalifah menggantikan Usman yang wafat, disitulah beliau bisa mengkoreksi mushaf Usmani agar sesuai dengan mushaf Ali, namun ini tidak dilakukan, bahkan Ali bin Abi Thalib tetap memakai mushaf Usmani menjadi mushaf resmi pemerintahan. Apakah yang terjadi waktu itu..?, mengapa mereka bersepakat untuk menerima mushaf Usmani..? Apakah ada alasan lain selain memang mushaf Usmani tersebut DIAKUI SAMA dengan yang dipunyai para sahabat dan sesuai petunjuk Nabi Muhammad SAW.

3. DARI ASPEK AYAT-AYAT AL-QUR’AN (NAQLY)

Al-Qur’an sudah melakukan ‘tantangan abadi’ terhadap orang-orang yang meragukan keasliannya.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Al Baqarah)

37. Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. 8. Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Yunus)

13. Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". (Huud)

33. Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuat-buatnya". Sebenarnya mereka tidak beriman. 34. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar (Thuur)

88. Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (Al Israa)

Anda tidak ditantang menciptakan yang sama dengan seluruh Al-Qur’an, tapi anda ditantang ‘buatlah satu surat saja’ atau ‘cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya’, atau ‘datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang seumpamanya’ bahkan anda ditantang ‘hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qur’an’

Anda juga disuruh untuk ‘berkolaborasi’ dengan sekutu-sekutu anda, baik berupa jin maupun manusia. Tantangan ini belum dihapus sampai sekarang dan masih tetap berlaku sampai kapanpun.

4. DARI ASPEK MANUSKRIP

Ini point yang sering dikemukakan oleh orang-orang yang menyerang keaslian al-Quran, karena tidak bisa ditelusuri manuskrip sampai kepada jaman Nabi Muhammad SAW, mereka menginginkan bukti, kalau Al-Qur’an itu asli, maka sekarang harus ada manuskrip Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah. Ini jelas-jelas permintaan yang tidak masuk akal, karena wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW bukan berbentuk buku yang sudah lengkap, tapi berangsur-angsur. Disamping itu pencatatannya juga terpisah-pisah. Al-Quran sebagai manuskrip diangap selesai penyempurnaan tulisannya pada abad 3H/9M, namun tidak semua orientalis beranggapan bahwa penulisan mushaf Al-Qur’an telah selesai pada abad 3 H/9M, misalnya pendeta Mingana ngotot menyakatan bahwa penulisan mushaf Al-Qur’an telah selesai pada abad 1H/6M, demikian juga pendapat William Muir.

Toby Lester, dalam majalah ‘Atlantic Monthly’ edisi januari 1999, menulis berdasarkan tulisan Dr. Joseph Puin tentang ditemukannya manuskrip di sebuah mesjid tua di Sana’a (Yaman) yang isinya berbeda dengan mushaf Usmani, dikatakan bahwa umur manuskrip tersebut lebih tua dari tahun ketika Zaid menyusun mushaf Usmani. Ternyata dalam surat Dr. Puin yang kemudian muncul dalam harian ‘Ath-Thawrah’ Yaman, menyatakan bahwa : “kini kita memiliki satu-satunya bukti monumental tentang penyelesaian tulisan al-Qur’an pada abad pertama Hijrah’. Dr. Puin ternyata membuka rentang waktu yang panjang dengan menyebut ‘abad pertama hijrah’, yaitu bisa dari tahun 1 s/d 99 H, sedangkan mushaf Usmani disusun sekitar 13H.

Prof Azzami kemudian membuktikan bahwa mushaf yang ditemukan di Sana’a ‘bukan satu-satunya’ manuskrip yang berasal dari abad pertama Hijrah. Beliau mengemukakan daftar 26 buah manuskrip yang tersimpan di Museum di Istambul dalam bukunya ‘The History the Qur’anic Text’.

Pembuktian keaslian Al-Qur’an dari sisi manuskrip tidak bisa berdiri sendiri, karena juga harus dianalisa aspek lainnya. Karakter penyebaran Al-Qur’an memang berbeda dengan kitab suci lain, yaitu melalui transmisi lisan, diajarkan membacanya secara langsung antara guru dan murid secara bersambung, sehingga mushaf hanya berfungsi untuk membantu proses belajar tersebut.

4. DARI ASPEK ‘ILMU GATHUK-GATHUK’

Ini merupakan penelitian manusia terhadap mushaf Usmani yang sudah dibakukan sejak abad 3H/9M.. tentunya ini bisa diperdebatkan, bagi anda yang mau meneliti lagi dipersilahkan, namun menyataannya memang banyak ditemukan angka-angka ajaib dari susunan huruf pada mushaf Usmani, misalnya :

17. Allah-lah yang menurunkan kitab dengan kebenaran dan neraca (perimbangan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu dekat?

Abdurrazaq Naufal dalam bukunya “Al-Ijaz Al-‘Adad Al-Qur’an Al Karim” mengemukakan sebagai berikut :

Keseimbangan jumlah kata dengan antonimnya :

- Al-hayah (kehidupan) dengan al-maut (kematian) terulang sebanyak 145 kali
- An-Naf (manfaat) dan al-fasad (kerusakan) masing-masing sebanyak 50 kali
- al-harr (panas) dengan al-bard (dingin) masing-masing 4 kali
- ash-shalihaat (kebajikan) dan as-sayyi’at (keburukan) masing-masing 167 kali
- ath-thuma’ninah (kelapangan) dan ad-dhiq (kesempitan) sama-sama 13 kali
- ar-rahbah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin) sama-sama 8 kali
- al-kufr (kafir) dan al-imaan (iman) sama-sama 17 kali
- ash-shaif (musim panas) dan asy-syita’ (musim dingin) sama-sama 1 kali

Keseimbangan jumlah kata dan sinonimnya atau makna yang dikandungnya

- al-harts (membajak sawah) dan az-zira’ah (bertani) sama-sama 14 kali
- al-‘ujub (membanggakan diri) dan al-ghurub (angkuh) sama-sama 27 kali
- ‘Al-qur’an’dan ‘Al-wahyu’dan ‘Al-Islam’terulang 70 kali
- adh-dhaalluun (orang sesat) dan al-mautaa (mati jiwanya) masing-masing 17 kali
- al-aql (akal) dan an-nuur (cahaya) masing-masing 49 kali
- al-jahr (nyata) dan al-‘alaaniyah (nyata) masing-masing 16 kali

Keseimbangan jumlah kata dengan kata yang menunjuk kepada akibatnya

- al-infaq (menafkahkan) dan ar-ridha (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
- al-bukhl (kikir) dan al-hasrah (penyesalan) masing-masing 12 kali
- al-kaafirun (orang-orang kafir) dan an-naar (neraka) sebanyak 154 kali
- az-zakaah (penyucian) dan al-barakaat (kebajikan yang banyak) sebanyak 32 kali
- al-faahisyah (kekejian) dan al-ghadhab (murka) sebanyak 26 kali

Keseimbangan jumlah kata dengan kata penyebabnya.

- al-israaf (pemborosan) dan as sur’at (ketergesa-gesaan) berjumlah 23 kali
- al mau’izhah (nasehat) dan al-lisaan (lidah) masing-masing 25 kali
- al- asraa (tawanan) dan al-harb (perang) masing-masing 6 kali
- As-salaam (kedamaian) dan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali

Kata ‘yaum’ = hari dalam bentuk tunggal terulang 365 kali, sedangkan kata ‘hari’ dalam bentuk lebih dari satu (jamak) terulang 30 kali, kata ‘syahr’ artinya bulan terulang 12 kali.

Al-Qur’an menjelaskan langit ada ‘tujuh’, kata ‘langit’ terulang juga sebanyak 7 kali.

Kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan seperti ‘rasul’, atau ‘nadzir = pemberi peringatan’ keseluruhannya berjumlah 518 kali, dan jumlah tersebut sama dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi dan rasul (Adam, Nuh, Isa, dll) sebanyak 518 kali juga.

24. lalu dia berkata: "(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), 25. ini tidak lain hanyalah perkataan manusia". 26. Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar. 27. Tahukah kamu apa Saqar itu? 28. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. 29. adalah pembakar kulit manusia. 30. Di atasnya ada sembilan belas. (Al Mudatsir)

Kata Bismillaahirahmaaniraahiim, terdiri dari 19 huruf. Kata ‘ism’ terulang sebanyak 19 kali dalam Al-Qur’an, kata ‘Allah’ sebanyak 2698 kali (142 x 19), kata ‘Ar-Rahman’ sebanyak 57 kali (3 x 19) dan Ar-Rahiim’ sebanyak 114 kali (6 x 19). Kata basmallah terulang 19 kali dalam Al-Qur’an, sekalipun pada pembukaan surat ke-9 tidak pakai basmallah, tapi pada surat ke-27 ada dua buah basmallah. Bilangan antara 9 ke 27 berjumlah 19 bilangan.

- Surat yang ayatnya tidak lebih dari 10 ayat sebanyak 19 kali
- kata ‘qaaf’ pada surat Qaaf terulang sebanyak 57 kali (3 x 19)
- Jumlah surat dalam Al-Qur’an 114 buah (6 x 19)

Dulu seorang rekan Muslim pernah mengemukakan angka-angka ajaib ini, namun ada tanggapan dari Non Muslim yang mengatakan ‘ini angka-angka tidak ada artinya’. Saya menyatakan bahwa ibarat seorang Proffesor ahli Kimia yang seumur hidupnya hanya tertarik dengan rumus kimia, buat dia lagu ‘Beethoven Simphony ke-7’ sama saja kedengarannya dengan lagu ‘Cucakrowo’, susah dibedakan di telinganya. Tanyakanlah soal angka-angka ini kepada seorang ahli (atau yang berminat) kepada Security System dalam Ilmu Komputasi, maka mungkin dia akan menemukan adanya sistem keamanan dalam Al-Qur’an yang begitu canggih, berkurang satu huruf saja, maka susunan SELURUH angka-angka tersebut akan berantakan..


Tidak ada komentar: